Monday, January 16, 2012

South Alps of Japan (Part 1)



Gunung Fuji di tengah perjalanan ke Noutori-dake

Setelah berhasil mendaki Japan North Alps selama 1 minggu full (ane nggak ikut), akhirnya tibalah waktunya bagi tim Osaka Hiking Club (OHC) untuk mendaki Japan South Alps. Awalnya kami mengajak 6 orang, tetapi karena satu dan lain hal maka yang jadinya ikut hanya kami bertiga yakni ane, Doko, dan Sensei.

Pendakian kali ini cukup menantang karena bertepatan dengan musim gugur-yang berarti temperatur lebih rendah daripada biasanya. Dan memang, ramalan cuaca memprediksi -6 C di puncak, sama seperti warning yg diberikan penjaga basecamp di kaki gunung, mengingatkan supaya kami membawa insulasi yg cukup.


6 Oktober 2011

Hari itu, kami memastikan supaya tidak ada perlengkapan yang terlupa. Saya bertemu dengan Doko sebentar sesudah magrib di kampus untuk mendiskusikan memastikan kelengkapan, dan ternyata ane masih kurang 2 item, yakni circular polarizer (CPL) dan graduated neutral density (GND) filter... oleh karena itu ane memutuskan bahwa nanti ke toko kamera terdekat sebelum naik bis untuk membeli item-item krusial tersebut.

Setelah re-pack ulang makanan dan peralatan ke dalam Ziploc dan menimbang berat carrier (11 kg, termasuk logistik 3 hari 3 malam full, peralatan kamera 2.5 kg, minus air), akhirnya ane pamit pada istri tercinta dengan berat hati... dan minta didoakan supaya selamat kembali tidak kurang apapun.

Sesuai rencana, ane segera naik kereta ke Umeda untuk mencari CPL dan GND filter terlebih dahulu, dan alhamdulillah menemukan CPL murah meski GND tidak ketemu... yang kemudian akan saya sesali, karena CPL murah = menurunkan ketajaman foto secara drastis :(

Setelah mendapatkan yang dibutuhkan, ane segera menghubungi Doko untuk janjian menuju New Umeda bersama. Setelah sekitar 15 menit akhirnya Doko datang, dan kami segera berkeliling di tengah gedung-gedung menjulang untuk mencari halte bis yang akan kami naiki. Akhirnya setelah sedikit nyasar, kami menemukan New Umeda dan bertemu dengan Sensei. Sepuluh menit menjelang keberangkatan para penumpang dipersilakan untuk keluar terminal menuju bis, dan pak supir segera menaruh tas kami di bagasi.

Kami bertolak jam 22:30 dari Osaka, dan bisa dikatakan, itu adalah bus paling modern yang pernah kami naiki. Tidak pernah kami menaiki bus yg menggunakan electric seat, atau memiliki head cover untuk tidur. Ane sendiri tidur cukup pulas dalam bus itu.

7 Oktober 2011

Setelah tidur lagi sesudah shalat shubuh, suara supir melalui loudspeaker membangunkan kami sekitar jam 7 pagi. Ternyata kami sudah sampai di Koufu, dan selain kami ada seorang kakek berumur 60-an yang memiliki tujuan yang sama (dan gunung yang sama pula). Karena bus berikutnya baru berangkat jam 9 pagi, maka kami berkenalan dengan kakek itu dan mengajak untuk naik taksi bersama ke puncak gunung. Kakek tersebut setuju, dan taksi pun meluncur selama 1 jam mengantarkan kami ke puncak gunung. Tentu saja kami kaget karena ternyata sang kakek berbaik hati untuk membayarkan ongkos taksi kami. Namun akhirnya kami tak kuasa menolaknya dan tak lupa mengucapkan terima kasih banyak.

Dari sana, kami masih harus berganti ke mobil elf yang akan mengantarkan sampai pintu gerbang Hirogawara setinggi 1500 mdpl. Perjalanan yang cukup lama dan temperatur pun menurun perlahan seiring dengan bertambahnya elevasi. Beberapa waktu kami terkantuk-kantuk, namun ada pula saatnya kami terbangun ketika sang supir menjelaskan sejarah dari puncak yang terlihat, atau terowongan yang kami lalui. Beberapa tempat longsor dan ada terowongan yang airnya cukup meluap dikarenakan topan no.25 yang menghantam Jepang beberapa minggu yang lalu. Namun setelah sekitar 1.5 jam perjalanan, akhirnya kami pun tiba di base camp Hirogawara. Base camp yang sangat bersih, kami dapat melihat Kitadake (puncak Utara), salah satu tujuan pendakian kami.

Angin yang cukup kencang ditambah dengan temperatur yang menggantung di sekitar 7 C menyebabkan windchill menusuk-nusuk tubuh ini. Oleh karena itu kami segera mengenakan insulation layer supaya panas tubuh ini tidak tercuri sang angin. Kami menunggu base camp Hirogawara buka jam 8:30 pagi untuk sarapan karena Doko akan sarapan di sana, dan ane masih belum mengisi air. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya base camp buka, dan kami segera sarapan, mengambil air, mengenakan sunblock, dan mengisi pendaftaran peserta.

Di dalam basecamp tertempel beberapa pengumuman, di antaranya ada beberapa hikers yang hilang (terutama saat winter hiking), namun pengumuman yang lebih relevan adalah bahwa jalur yang akan kami lewati hancur diterpa topan, yang menyebabkan kami harus melewati jalur alternatif menuju Shirane Oike. Penjaga base camp yang berumur sekitar 25-an mengingatkan supaya kami bersiap menghadapi temperatur minimum -6 C.


Pengumuman rute hancur (credits: Sensei)


Jam 9 akhirnya kami siap, dan segera menjejakkan langkah pertama kami di Japan South Alps... Angin masih bertiup kencang dengan ancaman windchillnya. Hari ini kami harus bekerja keras untuk elevation gain 1500m. Kami memandang puncak Kitadake dari pinggir sungai, dan segera melintasi jembatan gantung.


Puncak Kitadake


Jembatan


View dari jembatan


Pintu masuk hutan

Udara segar, angin, sungai jernih yang dasarnya terlihat, dan hutan pinus adalah pemandangan yang tidak ada di kota apalagi di lab tempat kami menuntut ilmu. Kami sangat menikmati pemandangan tersebut sambil menanjak perlahan. Pos pertama tujuan kami adalah Shirane-Oike di ketinggian 2000 mdpl. Suasana musim gugur mulai terasa di tengah perjalanan... pohon-pohon yang menguning dan tumpukan daun-daun di tanah. Seperti biasa, kami berjalan santai sambil mengabadikan pemandangan melalui kamera.


Masih senyum


Sungai indah


Nyebrang


Mulai nanjak


Ngintip suasana musim gugur


Logay (credits: Dewi sensei)

Di tengah jalan kami bertemu dengan sungai kecil dan ane segera mengisi botol minum yang setengah kosong. Namun ternyata ada kecelakaan kecil yang menyebabkan celana Doko menjadi basah. Sadar atas ancaman hipotermia di suhu ini, maka kami memutuskan untuk mempercepat langkah untuk meningkatkan panas tubuh.


Sungai tempat jatuh


Ganti kaos kaki dulu (credits: Dewi sensei)


Berlatar gunung salju

Beruntung setelah jam 12 siang kami akhirnya tiba di Shirane-Oike, dan panasnya cukup mengeringkan pakaian basah kami. Di sana kami beristirahat sejenak untuk shalat, Sensei dan Doko makan siang di kantin Shirane-Oike.


Menjelang Shirane Oike (credits: Dewi sensei)


Hikers lain


Akhirnya, penginapan Shirane Oike


Hawa musim gugur


Pegunungan tujuan

Keindahan Shirane Oike menyembunyikan fakta bahwa setelah ini kami masih harus berjuang menempuh sisa elevation gain setinggi 1000 mdpl... ditambah waktu siang yang pendek saat musim gugur, menyebabkan time limit kami menjadi lebih strict. Kami segera meninggalkan Shirane-Oike, dan mulai menanjak dan terus menanjak... di jalan kami bertemu dengan rombongan ibu-ibu yang sepertinya juga menuju ke Kitadake-Kata-no-Goya. Kurangnya persiapan fisik menyebabkan ane cukup ngos-ngosan dan disalip oleh orang-orang Jepang, yang memang selalu sigap untuk urusan apapun, termasuk naik gunung.


Berangkat meninggalkan Shirane-Oike (credits: Dewi sensei)



Inilah Shirane Oike


Masih menanjak


Sinar matahari menembus


Rombongan ibu-ibu istirahat


Mulai ilang senyum... gemblengan alam dimulai (credits: Dewi sensei)

Di tengah perjuangan menanjak, kami bertemu dengan seorang kakek-kakek (lagi), yang akhirnya ikut menanjak dengan kecepatan yang sama. Kami cukup terheran-heran dengan ketahanan badan sang kakek, yang kuat menghadapi tiupan angin hanya dengan mengenakan flanel shirt, sementara kami harus mengenakan windbreaker full-hood.


Terus nanjak... (credits: Dewi sensei)


Sedikit lagi batas vegetasi


Yeah, sampai! (credits: Dewi sensei)

Akhirnya sekitar jam 4 sore kami tiba di atas gunung, dan meninggalkan tree-line. Pemandangan dari atas sana sungguh berbeda dengan pemandangan saat menanjak, terlihat hamparan pepohonan menguning di bawah langit biru... namun kami tidak boleh terlena dan segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju Kitadake-Kata-no-Goya.


Sebelum berangkat narsis lagi


Masih harus ke sana


Bercadas


Pemandangan sisi gunung


Pemandangan sisi gunung 2


Pemandangan sisi gunung 3

Ternyata dari sana jalan masih cukup panjang, dan ada beberapa tanjakan yang membutuhkan scrambling. Kami berjuang sekuat tenaga supaya sampai sebelum sunset jam 5:30.


Para tetua ngantri scrambling (credits: Dewi sensei)


Yey (credits: Dewi sensei)


Hari semakin sore (credits: Dewi sensei)

Sekitar jam 5:15 akhirnya kami tiba di Goya dalam keadaan menggigil karena suhu sudah drop ke 1 C. Doko dan Sensei segera memesan tempat tidur dan makan malam, sementara ane memesan makan malam dan tenda.


Udah pada jadi tendanya (credits: Dewi sensei)


Yang lainnya (credits: Dewi sensei)


Maghrib (credits: Dewi sensei)

Ane segera mendirikan tenda di tengah tanah berbatu, yang kali ini sulit ditembus oleh pasak titanium ane... oleh karena itu ane berinisiatif untuk staking menggunakan batu. Jam 5:30 matahari telah kembali ke peraduannya, ane segera makan malam di dalam Goya. Menunya sederhana ikan + miso hangat jadi terasa sangat lezat di tengah dinginnya udara.

Jam 6 sore akhirnya ane keluar Goya dan kembali ke tenda... untuk makan lagi :D Ada jatah corn flakes dan susu coklat yang ane habiskan, lalu shalat maghrib dan isya, untuk kemudian beristirahat dan tidur. Karena salah memilih campsite yang miring, pad Peak AC ane terus-menerus bergeser di tengah malam, yang menyebabkan inner net ane ikut bergeser dan melonggarkan pitching. Ane beberapa kali terbangun tengah malam karena hal tersebut, untungnya kombinasi inner tent, down jacket + SB dengan rating 0 C cukup tahan menghadapi ganasnya suhu -6 C + wind blast di malam hari...


That's it, let's call it a day (credits: Dewi sensei)

Bersambung :)

3 comments: